ARTIKEL – Doa merupakan ibadah yang sangat agung dan menjadi salah satu inti dari peribadatan. Nabi –Shallallahu ‘alaihi wasallam– telah mengajarkan umatnya cara berdoa yang baik dan sebab-sebab yang dapat memudahkan terkabulkannya doa, serta perbuatan-perbuatan yang dapat menghalangi terkabulkannya doa.
Sesungguhnya, tidaklah Nabi Muhammad –Shallallahu ‘alaihi wasallam– meninggal dunia, melainkan segala sesuatu yang berkaitan dengan agama, yang mendekatkan diri pada surga dan menjauhkan dari neraka, telah beliau jelaskan.
Barangsiapa mengatakan bahwa ada satu kebaikan yang berkaitan dengan cara ibadah yang baik dan benar, serta memiliki keutamaan, yang belum dijelaskan oleh Nabi –Shallallahu ‘alaihi wasallam-, maka sesungguhnya ia telah menuduh Rasulullah –Shallallahu ‘alaihi wasallam– mengkhianati risalah Allah –Azza wajalla-.
Waktu, Keadaan dan Tempat yang Utama untuk Berdoa
Nabi –Shallallahu ‘alaihi wasallam– telah menjelaskan waktu-waktu dan keadaan yang memiliki keutamaan dalam berdoa yang dapat memudahkan seseorang mudah dikabulkan doanya, seperti:
a) Doa antara adzan dan Iqamah,
b) Saat turun hujan,
c) Saat menjenguk orang sakit,
d) Saat sepertiga malam,
e) Saat lailatul Qadr,
f) Saat berdoa pada akhir sholat,
g) Saat berdoa pada hari Jum’at,
h) Ketika minum air zamzam,
i) Setelah mengucapkan kalimat laa ilaha Illa anta subhanaka inni Kuntu minazhzholimin,
j) Ketika mendapatkan musibah lalu mengucapkan kalimat istirja’ dan berdoa Allahumma Ajirni Fii Mushibati Wakhluf Lii Khairan Minha,
k) Saat berdoa setelah wafatnya seseorang,
l) Doanya orang yang terzalimi,
m) Doanya orang tua pada anaknya,
n) Doanya anak untuk orang tuanya,
o) Berdoa setelah zawal (waktu condongnya matahari) sebelum Zuhur, dan
p) Berdoa pada saat bangun dari tidur malam.
Tempat yang mendapat kekhususan berdoa seperti Padang Arafah, saat melempar jumroh sughra dan wustha pada hari tasyrik, berdoa dalam Ka’bah atau dalam Hijr, berdoa antara Safa dan Marwah dan berdoa pada Masy’aril haram saat hari kurban.
Berdoa di kuburan? Asalnya Boleh Saja
Secara umum, pada seluruh tempat dibolehkan berdoa kecuali tempat-tenpat najis dan kotor. Berdoa di kuburan secara asal boleh saja, mendoakan penghuni kubur atau berdoa kepada Allah untuk hajat kita tanpa ada keyakinan bahwa berdoa di kuburan memiliki keutamaan dan keberkahan tersendiri.
Karena tidak ada satupun nukilan dari para salaf dari generasi sahabat Nabi –Shallallahu ‘alaihi wasallam– yang menyebutkan adanya keutamaan berdoa di samping atau di sisi kuburan Nabi –Shallallahu ‘alaihi wasallam– dan kuburan orang-orang saleh lainnya.
Makanya, tidak ada satupun riwayat dari para sahabat yang menyengaja pergi kekuburan Rasulullah –Shallallahu ‘alaihi wasallam– untuk sholat dan berdoa di sana.
Sekiranya, perbuatan itu bermanfaat dan menjadi sebab dikabulkannya doa, niscaya nabi –Shallallahu ‘alaihi wasallam– tidak akan menutupinya ataupun menyembunyikannya, niscaya para sahabat tidak akan meninggalkan kuburan Nabi –Shallallahu ‘alaihi wasallam– dan mereka akan senantiasa memenuhi kuburan itu untuk berdoa, jika memang ia memiliki keutamaan.
Syaikhu Islam Ibnu Taimiyah –rahimahullah-berkata:
ولم يكن الصحابة يدخلون إلى عند القبر ولا يقفون عنده خارجا مع أنهم يدخلون إلى مسجده ليلا ونهارا
“Para sahabat tidak pernah masuk ke kuburannya (dengan maksud ibadah seperti doa) dan tidak pula berdiri di luar kuburnya. Padahal, mereka senantiasa masuk ke dalam masjidnya siang dan malam.” (Al-Jawabul Bashir: 85)
Sungguh, para sahabat siang dan malam berada di masjid Nabi –Shallallahu ‘alaihi wasallam-. Mereka datang untuk sholat di masjid itu, tapi tidak ada satupun dari mereka yang datang ke kuburan beliau dengan maksud duduk dan memohon doa karena mengira ada keutamaan khusus berdoa di tempat itu.
Bahkan, sekiranya ada, Aisyah –radhiyallahu ‘anha– akan menyampaikan pada kita, atau nukilan dari para salaf bahwa Aisyah senantiasa berdoa di kuburan Nabi –Shallallahu ‘alaihi wasallam-. Sekiranya ada, niscaya Aisyah akan membuka pintu rumahnya agar kaum muslimin datang beribadah di tempat itu.
Betapa tidak, rumah Aisyah adalah kuburan Nabi –Shallallahu ‘alaihi wasallam-, masjid hanya dipisah oleh satu dinding dengan kuburan beliau –Shallallahu ‘alaihi wasallam-. Kalau memang ada anjuran dan keutamaan berdoa di kuburan Nabi –Shallallahu ‘alaihi wasallam– maka Aisyah tidak boleh menutupinya. Karena menutupinya berarti menghalangi manusia dari perintah Nabi. Tapi tidak ada.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah –rahimahullah– berkata:
قبره حين دفن لم يمكن أحد من الدخول إليه لا لزيارة ولا لصلاة ولا لدعاء ولا غير ذلك ولكن كانت عائشة فيه لأنه بيتها
“Kuburan Nabi -Shallallahu ‘alaihi wasallam- setelah Nabi dikuburkan, tidak dibolehkan seorangpun masuk di dalamnya, tidak untuk ziarah, tidak untuk sholat di kuburan itu, tidak untuk berdoa dan tidak pula untuk yang lainnya. Tapi, Aisyah ada di dalamnya karena kuburan itu adalah rumahnya.” (Al-Jawabul Bahir: 84)
Mari kita merenungkan. Apakah istri Nabi –Shallallahu ‘alaihi wasallam– tidak mengetahui keutamaan itu, juga para sahabat tidak mengetahuinya? lalu kaum muslimin hari ini mengetahui bahwa ada keutamaan berdoa di sisi kuburan orang-orang saleh?
Justru perbuatan berdoa di sisi kuburan orang-orang saleh menjadi sebab kesyirikan yang pertama kali terjadi di dunia ini. Awalnya memang tidak berdoa pada penghuni kubur, namun setelah generasi awal yang berdoa di sisi kuburan itu meninggal dunia, generasi selanjutnya kemudian menyembah dan berdoa pada penghuni kuburan itu.
Cukuplah hal itu menjadi pelajaran untuk kita semua, agar kita tidak membuka pintu-pintu kesyirikan yang baru. Berdoalah, tapi jangan mengkhususkan kuburan yang tidak pernah dikhususkan oleh Nabi –Shallallahu ‘alaihi wasallam-. Jika kuburannya saja tidak, maka tentu kuburan orang saleh lainnya juga tidak. Karena Nabi –Shallallahu ‘alaihi wasallam– adalah manusia yang paling saleh di muka bumi ini.
Ringkasnya, mengkhususkan berdoa di kuburan orang saleh tidak memiliki keutamaan dan tidak ada jaminan akan dikabulkan atau tidak berdoa di tempat itu. Mengkhususkan kuburan sebagai tempat berdoa adalah perbuatan yang dilarang oleh para ulama, karena bisa menyebabkan terbukanya pintu kesyirikan untuk generasi-generasi selanjutnya. Wallahu A’lam.
Penulis: Ustaz Muhammad Ode Wahyu (Alumni STIBA Makassar)
Editor: MAIM