Kolaborasi dalam Dakwah & Tarbiyah

Tulisan berikut ini merupakan sebuah saduran dari artikel yang ditulis oleh Dr. Adbul Qādir bin Muhammad al-Ghāmidi pada web www.alukah.net yang berjudul “Tajribatī fī tarbiyah aulādī”.

Mukadimah

Segala puji hanya milik Allah, sebagaimana Dia memuji diri-Nya sendiri. Shalawat dan salam semoga tercurah kepada Nabi Muhammad ﷺ, keluarga, dan para sahabat beliau.

Tulisan ini lahir karena permintaan seorang sahabat yang melihat kondisi anak-anakku lalu ingin tahu bagaimana metode pendidikan mereka. Awalnya aku enggan menulis, tapi setelah didesak dengan penuh harap dan doa, aku pun beristikharah. Semoga apa yang kutulis menjadi sebab kebaikan, meski aku sendiri merasa belum puas dengan hasilnya.

Aku memohon kepada Allah agar menjadikan anak-anakku lebih baik daripada sangkaan manusia, mengampuni kekurangan mereka, dan meneguhkan mereka di atas kebaikan. Doa yang sama kuperuntukkan bagi seluruh anak kaum muslimin.

Dasar Pendidikan: Doa dan Lingkungan

Pendidikan anak adalah “perdagangan” paling berharga: untungnya besar di dunia dan akhirat. Jalan pertama untuk mendapatkannya adalah doa. Aku berdoa untuk mereka hampir di setiap shalat, bahkan menyebut nama mereka satu per satu. Doa ini tidak pernah kutinggalkan, sebab hidayah sepenuhnya milik Allah.

Selain doa, aku menciptakan lingkungan yang baik. Mereka tidak pernah bebas bergaul dengan anak-anak yang terabaikan oleh orang tuanya. Rumahku adalah tempat mereka tumbuh, dan akulah teman mereka. Bahkan hingga remaja, aku menjaga agar mereka tidak keluar malam dan tidak bersahabat kecuali dengan orang yang pantas.

Menanamkan Aqidah dan Adab

Sejak kecil mereka tidak pernah mendengar musik. Aku biasakan mereka membencinya, menanamkan kecintaan pada sunnah, menghormati ulama, dan menjauhkan diri dari kekaguman terhadap orang fasik meski terkenal atau terpandang.

Aku ajarkan adab-adab penting: menghormati yang lebih tua, rendah hati, menjaga silaturahmi, dan menunaikan hak sesama muslim. Jika melihat maksiat, mereka harus menasihati dengan lembut, mendoakan kebaikan, dan menjauhi perbuatannya, tanpa merasa lebih baik dari pelaku.

Tahapan Ilmu dan Hafalan

Aku mulai dengan menghafalkan Al-Qur’an. Dengan izin Allah, mereka khatam di usia 10–11 tahun. Setelah itu mereka masuk program murojaah setiap hari.

Setelah Al-Qur’an, mereka mulai menghafal matan-matan ringkas:

  • Tsalatsatul Ushul,
  • Qawaidul Arba’,
  • Nawaqidul Islam,
  • Al-Arba’in An-Nawawiyyah,
  • Kitabut Tauhid,
  • Umdatul Ahkam,
  • Al-Wasithiyyah,
  • Al-Ajurrumiyyah, dan
  • Al-Qawā`id Al-Fiqhiyyah kara As-Sa’dī

Semua diberikan bertahap, dengan penjelasan sesuai kemampuan mereka. Bila selesai, selalu ada hadiah untuk memotivasi.

Membaca dan Belajar

Aku biasakan mereka membaca sejak usia 9 tahun, lima halaman per hari dari buku cerita. Saat SMP dan SMA, target bacaan meningkat menjadi 30–50 halaman per hari, disertai murojaah, meringkas pelajaran, dan membaca kitab-kitab tafsir, hadis, serta sejarah ulama.

Aku juga arahkan mereka membaca Riyadhus Shalihin, Al-Adab al-Mufrad, karya Ibnu Rajab, Ibnu Qayyim, Adz-Dzahabi, dan lainnya. Mereka membaca di rumah, di perjalanan, bahkan ketika liburan.

Kehidupan Ruhiyah

Selain ilmu, aku biasakan mereka puasa Senin–Kamis, termasuk anak yang masih kecil. Awalnya setengah hari, lalu perlahan penuh. Dengan begitu, puasa menjadi ringan dan bahkan dicintai.

Aku juga selalu ajarkan mereka doa untuk para pemimpin, menjelaskan manhaj Ahlus Sunnah dalam taat kepada pemerintah, sekaligus kewajiban mengingkari kemungkaran.

Peran Ibu dan Keseimbangan

Ibu mereka adalah guru pertama. Ia mengajarkan Al-Qur’an, murojaah, menulis, berhitung, dan banyak berdoa untuk mereka. Peran inilah yang sangat membantu keberhasilan pendidikan mereka.

Aku juga seimbangkan antara belajar dan hiburan. Mereka kubawa ke taman, tempat bermain, kolam renang, atau sekadar makan malam bersama. Aku ingin mereka tetap merasakan kegembiraan yang halal, sehingga hati mereka tetap sehat dan bahagia.

Disiplin dan Hukuman

Aku sebisa mungkin menjauhi hukuman fisik. Jika pun terpaksa, hanya berupa pukulan ringan sekali-dua kali. Lebih sering aku gunakan larangan: tidak boleh menonton saluran yang disukai, atau tidak mendapat makanan kesukaannya.

Yang paling keras aku tekankan adalah soal salat berjamaah. Jika mereka lalai, maka hukumannya lebih berat dibanding perkara lain.

Penutup

Demikian garis besar metode pendidikan yang kutempuh. Metode yang aku terapkan terhadap dengan anak laki-laki maupun perempuan sama, hanya saja anak perempuan lebih banyak diarahkan pada keterampilan rumah tangga dan peran ibu.

Aku memohon kepada Allah agar menjadikan mereka ulama pewaris salaf yang shalih, bermanfaat bagi umat, dan tetap istiqamah hingga akhir hayat.

Shalawat dan salam semoga tercurah kepada Nabi Muhammad ﷺ, keluarga, dan sahabatnya. Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam.

Makkah al-Mukarramah – Al-‘Awali, 1438 H

Penerjemah : Ust. Fahmi Alfian, Lc., MA

Media Partners Dakwah

Artikulli paraprakKolaborasi Strategis: Wahdah Islamiyah & BPMD Pemkab Kolaka Utara Latih Puluhan Warga Mengurus Jenazah
Artikulli tjetërTawakal: Kekuatan Sejati di Balik Kelemahan Manusia

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini