“Sesungguhnya segala sesuatu telah Kami ciptakan dengan takaran.”
(QS. Al-Qamar: 49)
Fenomena Hari Ini: Hidup Penuh Rasa Bingung, Kegelisahan, dan Ketidakpastian
Di tengah derasnya kemajuan zaman, kita menyaksikan generasi demi generasi hidup dalam pusaran kebingungan. Orang tua khawatir akan masa depan anaknya. Remaja resah dengan pencarian jati diri. Anak-anak generasi Alpha dibesarkan dalam realitas yang serba cepat, tak jarang kehilangan arah sebelum tahu ke mana harus melangkah.
Banyak orang bertanya-tanya:
- “Kenapa hidupku begini?”
- “Kenapa dia berhasil, aku tidak?”
- “Mengapa aku kehilangan yang aku cintai begitu cepat?”
- “Apa salahku hingga takdirku seberat ini?”
Media sosial menyuguhkan pameran “keberhasilan” tanpa henti, membuat sebagian merasa gagal sebelum berjuang. Sebagian lainnya menyalahkan masa lalu, orang tua, bahkan Tuhan, karena jalan hidup yang tak seperti harapan.
Di sinilah pentingnya memahami takdir — bukan sebagai kata yang pasrah tanpa usaha, tapi sebagai bentuk keimanan yang menumbuhkan keteguhan jiwa.
Takdir dalam Pandangan Islam: Antara Ilmu, Izin, dan Hikmah Allah
Takdir dalam Islam bukan sekadar hasil akhir yang “harus diterima”, melainkan bagian dari sistem Ilahi yang menyeluruh. Allah telah menetapkan segalanya: rezeki, ajal, bahkan perjalanan daun yang gugur dari rantingnya — semua tertulis dalam Kitab yang nyata (QS. Al-An’am: 59).
Lebih dalam lagi, Allah berfirman:
“Tidak ada suatu musibah pun yang menimpa kecuali dengan izin Allah. Dan barang siapa beriman kepada Allah, niscaya Dia akan memberi petunjuk ke dalam hatinya.”
(QS. At-Taghabun: 11)
Ayat ini menegaskan bahwa iman kepada takdir bukan berarti berhenti berusaha, tetapi menjadi fondasi bagi hati agar tidak rapuh saat rencana hidup tak sesuai ekspektasi. Kita berusaha sekuat tenaga, tapi hasilnya tetap milik Allah. Di situlah letak keindahannya: kita bekerja, Allah menentukan.
Sikap yang Tepat Menghadapi Takdir: Untuk Semua Generasi
- Bagi Orang Tua:
Tidak semua anak menjadi seperti yang kita impikan, tapi semua anak telah ditetapkan Allah untuk menjadi amanah. Jangan hanya menginginkan anak “sukses”, tapi ajarkan mereka menjadi sabar dan bersyukur. Seorang anak yang kuat menghadapi takdir akan lebih siap meniti hidup, ketimbang yang hanya dikejar prestasi. - Bagi Generasi Z dan Milenial:
Hidup ini bukan perlombaan dengan orang lain, tapi perjalanan menuju rida Allah. Tak semua orang harus viral, tak semua usaha harus instan berhasil. Sebagaimana firman Allah:
“Agar kamu tidak bersedih terhadap apa yang luput darimu dan tidak terlalu gembira terhadap apa yang diberikan kepadamu.”
(QS. Al-Hadid: 23)
Takdir mengajarkanmu menerima, berproses, lalu bangkit dengan lapang.
- Bagi Generasi Alpha:
Di tengah teknologi yang serba instan, anak-anak perlu dibekali makna dari “kenapa tidak semua keinginan langsung tercapai”. Ajarkan bahwa Allah Maha Mengetahui yang terbaik, dan kadang doa tidak dijawab karena Allah sedang menyimpan sesuatu yang lebih baik di waktu yang tepat.
Akhir Kata: Takdir Bukan Akhir dari Segalanya
Takdir bukan penghalang harapan, melainkan jembatan yang menguji keikhlasan. Jika kita yakin bahwa semua telah ditakar oleh Allah dengan sempurna (QS. At-Talaq: 3), maka kita tak akan terlalu berduka saat kehilangan, dan tak akan terlalu sombong saat mendapat kemenangan.
Dalam dunia yang penuh ketidakpastian ini, iman kepada takdir adalah jangkar jiwa — membuat hati tetap tenang, kepala tetap tegak, dan langkah tetap berjalan.
“Dan adalah ketetapan Allah itu suatu ketetapan yang pasti berlaku.” (QS. Al-Ahzab: 38)