ARTIKEL – Setiap musim hujan datang, suasananya hampir selalu sama: langit menggelap, suara rintik hujan memenuhi atap, jalanan becek, dan sebagian aktivitas terganggu. Sebagian orang menyambut hujan dengan keluhan: cucian tak kering, jalan licin, banjir mengancam.
Padahal bagi seorang mukmin, musim hujan bukan hanya soal cuaca, tetapi musim pahala. Inilah waktu ketika rahmat Allah turun dari langit, dan lisan kita diberi kesempatan untuk hidup dengan doa dan dzikir yang diajarkan Rasulullah ﷺ.
Artikel ini mengajak kita memanfaatkan musim hujan sebagai momen ibadah, dengan menghidupkan doa-doa yang shahih dan penuh makna.
Melihat Hujan dengan Kacamata Iman
Tanpa iman, hujan hanya dipandang sebagai fenomena alam: kadang menyenangkan, kadang menyusahkan. Namun dengan iman, seorang muslim melihat hujan sebagai:
- Rahmat Allah: menyuburkan tanah, menghidupkan tumbuhan, mengisi sungai dan sumur.
- Ayat (tanda kebesaran Allah): bagaimana air diturunkan dari langit, kemudian menghidupkan bumi yang sebelumnya kering.
- Momen doa yang mustajab: sebagian ulama menyebutkan hujan termasuk di antara waktu yang mustajab untuk berdoa.
Karena itu, ketika awan menumpuk dan hujan mulai turun, seorang mukmin tidak hanya bereaksi secara emosional terhadap cuaca, tetapi sadar bahwa:
Ini adalah waktu untuk berdzikir, berdoa, dan mengingat Allah Ta’ala.
1. Doa Ketika Hujan Turun
Saat tetes pertama hujan menyentuh bumi, banyak orang spontan berkata, “Aduh, hujan lagi.” Padahal Rasulullah ﷺ mengajarkan doa yang jauh lebih indah dan penuh makna.
Lafaz doa
اللَّهُمَّ صَيِّبًا نَافِعًا
“Allaahumma shayyiban naafi‘aa.”
Artinya:
“Ya Allah, jadikanlah hujan ini sebagai hujan yang bermanfaat.”
📘 HR. Bukhari no. 1032, dari Ummul Mukminin ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha.
Makna dan renungan
Doa ini mengajarkan kita beberapa hal penting:
- Kita tidak sekadar meminta banyaknya hujan, tetapi memohon agar hujan yang turun benar-benar mendatangkan manfaat, yakni Menyuburkan tanaman, Mengisi cadangan air, Tidak menimbulkan bencana dan kerusakan.
- Doa ini melatih kita untuk langsung mengaitkan setiap kejadian dengan Allah, bukan sekadar cuaca atau musim.
2. Doa Ketika Ada Angin Kencang
Musim hujan sering disertai angin kencang. Di sebagian tempat, angin bisa menakutkan atau mengkhawatirkan. Dalam kondisi ini, Rasulullah ﷺ tidak mengajarkan kita untuk mencela angin, tetapi berdoa kepada Allah.
Lafaz doa
اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ خَيْرَهَا وَخَيْرَ مَا فِيهَا وَخَيْرَ مَا أُرْسِلَتْ بِهِ، وَأَعُوذُ بِكَ مِنْ شَرِّهَا وَشَرِّ مَا فِيهَا وَشَرِّ مَا أُرْسِلَتْ بِهِ
“Allaahumma innii as’aluka khairahaa wa khaira maa fiihaa wa khaira maa ursilat bih, wa a‘uudzu bika min syarrihaa wa syarri maa fiihaa wa syarri maa ursilat bih.”
Artinya:
“Ya Allah, aku meminta kepada-Mu kebaikan angin ini, kebaikan yang ada padanya, dan kebaikan yang ia diutus untuk membawanya. Aku berlindung kepada-Mu dari kejelekan angin ini, kejelekan yang ada padanya, dan kejelekan yang ia diutus untuk membawanya.”
📘 HR. Muslim no. 899, dari Ummul Mukminin ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha.
Makna dan renungan
- Angin bisa menjadi rahmat (membawa kesejukan, menghantarkan awan hujan) atau azab (badai, kerusakan).
- Doa ini menanamkan adab penting, yakni Tidak mencela angin dan Mengakui bahwa segala manfaat dan bahaya di balik angin berada di bawah kekuasaan Allah.
3. Dzikir Seusai Hujan Turun
Ketika hujan telah reda, banyak orang lega karena aktivitas bisa kembali normal. Di momen ini, Rasulullah ﷺ mengajarkan dzikir syukur yang menguatkan tauhid dan rasa bergantung kepada Allah.
Lafaz dzikir
مُطِرْنَا بِفَضْلِ اللهِ وَرَحْمَتِهِ
“Muthirnaa bi fadhlillaahi wa rahmatih.”
Artinya:
“Kami telah diberi hujan dengan karunia Allah (semata) dan rahmat-Nya.”
📘 HR. Bukhari no. 1038 dan Muslim no. 7, dari Zaid bin Khalid al-Juhani radhiyallahu ‘anhu.
Makna dan renungan
- Kita menegaskan bahwa hujan ini murni karunia dan rahmat Allah, bukan semata-mata karena faktor alam.
- Dzikir ini menjaga lisan dari ungkapan-ungkapan yang bisa mengurangi kesempurnaan tauhid, seperti menyandarkan hujan sepenuhnya kepada fenomena tertentu tanpa menyebut Allah.
4. Dzikir Ketika Mendengar Suara Petir
Suara petir sering membuat orang kaget dan takut. Sebagian bereaksi dengan kata-kata yang tidak perlu, bahkan mengumpat. Para sahabat justru menjadikan petir sebagai momen untuk bertambah takut kepada Allah dan bertasbih kepada-Nya.
Dzikir yang dibaca Abdullah bin Zubair radhiyallahu ‘anhumaa
Ketika beliau mendengar petir, beliau mengucapkan:
سُبْحَانَ الَّذِي يُسَبِّحُ الرَّعْدُ بِحَمْدِهِ وَالمَلآئِكَةُ مِنْ خِيْفَتِهِ
“Subhaanalladzii yusabbihur-ra‘du bihamdih, wal-malaaikatu min khiifatih.”
Artinya:
“Mahasuci Allah yang petir bertasbih dengan memuji-Nya, dan demikian pula para malaikat karena takut kepada-Nya.”
📘 HR. Bukhari dalam Al-Adab al-Mufrad no. 723; dinilai shahih oleh Syaikh al-Albani dalam Shahih al-Adab al-Mufrad no. 556.
Dzikir ringkas yang dibaca Abdullah bin Abbas radhiyallahu ‘anhumaa
Dalam riwayat lain, saat mendengar petir, beliau membaca:
سُبْحَانَ الَّذِيْ سَبَّحْتَ لَهُ
“Subhaanalladzii sabbahta lah.”
Artinya:
“Mahasuci Allah yang engkau (wahai petir) bertasbih untuk-Nya.”
📘 HR. Bukhari dalam Al-Adab al-Mufrad no. 722; dinilai hasan oleh Syaikh al-Albani dalam Shahih al-Adab al-Mufrad no. 555.
Makna dan renungan
- Petir bukan hanya suara menakutkan, tetapi bagian dari tasbih alam kepada Allah.
- Dzikir ini mengingatkan kita bahwa di balik fenomena alam yang menggentarkan, ada Rabb yang menguasai semuanya.








