Pada saat sekarang ini atau dikenal dengan istilah “jaman now”, Islam menjadi terasing kembali. Hal ini telah ditegaskan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam dalam hadistnya: “Islam datang dalam keadaan yang asing, akan kembali pula dalam keadaan asing. Sungguh beruntunglah orang yang asing” (HR. Muslim no. 145).
Buktinya adalah: ketika ada seorang muslim berpenampilan muslim yang sebenarnya, yaitu: berjenggot dan bercelana di atas mata kaki atau yang perempuan, berpakaian hijab tertutup, bahkan dengan cadar, maka langsung dianggap asing. Dianggap aneh. Termasuk dari segi perilaku. Ada orang yang rajin sholat berjamaah di masjid, malah dianggap aliran aneh. Padahal di dalam masjid, kita mengenal dua aliran, yaitu: aliran dari kipas angin atau aliran dari AC. Tinggal aliran apa yang ada di dalam masjid kita?
Namun, bagi orang yang berilmu, sebutan semacam itu tidaklah berpengaruh kepada dirinya. Dia tetap kokoh dengan kekuatan iman dan takwanya. Meskipun terasing atau menjadi asing, tetapi orang yang berilmu tidak akan mengasingkan diri.
Bukti dari mengasingkan diri ini misalnya: tidak mau senyum atau berjabat tangan dengan orang lain, karena memang merasa asing. Dan, orang yang berilmu ini selalu lebih mendahulukan akhirat daripada dunia. Tidak seperti contoh orang yang merasa tanggung, pekerjaannya belum selesai, padahal adzan sudah berkumandang. Misalnya, dia dalam keadaan mengurus keuangan dan berat meninggalkan urusan itu, padahal ada urusan yang lebih besar nilainya, yaitu: ibadah kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala.
Keutamaan Ilmu
Orang yang berilmu, tetapi ibadahnya biasa-biasa saja, maka itu lebih baik daripada orang yang banyak ibadah, tetapi tidak ada ilmu. Contoh nyata, ada orang yang bertakbir dengan posisi tangan “aneh”. Telapak tangan kanannya menghadap ke dirinya, sedangkan telapak tangan kirinya menghadap kiblat.
Ketika ditanyakan alasannya, dia menjawab: “Kalau tangan kanan menghadap ke diri sendiri agar bisa menangkap kebaikan untuk dimasukkan ke dalam hatinya. Sedangkan tangan kirinya itu menolak keburukan.” Apakah seperti itu esensi takbir? Jelas berbeda sekali. Namun, begitulah, itu tanda orang yang kurang ilmu. Mungkin sering beribadah seperti itu, padahal sama sekali tidak pernah dicontohkan oleh Rasulullah Shallallahi ‘Alaihi Wasallam. Padahal nabi kita adalah penyalur ilmu yang datangnya dari Allah Subhanahu Wa Ta’ala.
Menurut Ibnul Qayyim Rahimahullah, keutamaan ilmu ada seratus lebih. Cukup banyak bukan? Lalu, alasan apa yang paling sederhana agar kita bisa mempelajari ilmu syar’i? Kita bisa berniat untuk mendapatkan ilmu agar berguna untuk ibadah kita sehari-hari. Sholat, misalnya. Bila tidak tahu ilmunya, maka akan dilakukan dengan sembarangan.
Bahkan, ada orang yang sholat dengan kecepatan super. Hal itu pernah dialami oleh salah seorang remaja masjid. Dia berimam kepada orang yang sholatnya sangat kilat seperti itu. Padahal, menurut ilmu syar’i, ada namanya tu’maninah.
Tujuan Ilmu
Untuk apa tujuan kita sebenarnya mempelajari ilmu? Salah satu tujuannya adalah membuat kita takut kepada Allah. Keadaan takut kepada Allah ini berbeda dengan takut kepada makhluk. Jika kita takut dengan binatang buas, maka kita akan menghindarinya dengan lari atau apapun, yang penting jauh darinya.
Sedangkan, bila kita takut kepada Allah, maka kita tidak menjauhi Allah. Justru kita menjadi makin dekat kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Mengapa ada orang yang mengaku berilmu, tetapi masih tidak takut kepada Allah? Jawabannya ada dua, yaitu: dia belum menuntut ilmu dan menuntut ilmu yang salah atau dengan cara yang salah.
Ilmu yang telah kita dapatkan akan membedakan kita dengan kehidupan hewan. Kita amati, hewan itu setelah bangun, dalam pikirannya adalah mendapatkan makanan. Lalu, kawin, melahirkan atau bertelur. Setelah itu, mati. Apakah manusia ada yang seperti itu? Oh, banyak sekali! Mereka selalu terpikir dengan dunia. Polanya adalah mencari isi perut dan lain sebagainya.
Bagaimana pola yang benar itu? Kehidupan dunia ini perlu dilandasi dengan ilmu. Bila kita mempunyai ilmu, maka kita tidak akan meremehkan kebaikan, meskipun itu nilainya kecil. Perlu kita ingat pula bahwa orang yang berilmu itu kedudukannya akan disamakan dengan malaikat-malaikat Allah. Selain itu, ditinggikan derajatnya oleh Allah.
Proses Menjadi Orang yang Baik
Orang yang mendapatkan ilmu, jangan cuma disimpan dan dijadikan hafalan saja, tetapi juga harus diamalkan. Namun, untuk mengamalkan ilmu tersebut membutuhkan proses. Tidak perlu terburu-buru. Ilmu yang masih sedikit, tetapi langsung diamalkan itu lebih baik, daripada banyak tetapi belum diamalkan. Marilah kita menjadi orang yang baik dengan menempuh proses atau selangkah demi selangkah.
Ditulis Oleh:
Rizky Kurnia Rahman, S.I.P
(Ketua Departemen Infokom, DPD Wahdah Islamiyah Bombana)