Penulis: Ustadz Ambo Sakka, SKM., M.A.R.S (Wakapuslitbang PSDM DPP Wahdah Islamiyah)
Berkhidmat dalam Dakwah
Seorang ustadz pernah menceritakan tentang seorang anak di Dammam, Saudi Arabiyah. Anak itu meminta izin kepada orangtuanya untuk bisa memanfaatkan waktu liburan sekolahnya dengan berkhidmat di jalan dakwah. Setelah mendapatkan izin, maka segera dia mendatangi salah satu Islamic Center di Kota itu dan menawarkan bantuannya. Tidak muluk-muluk, dia dengan keterbatasannya hanya meminta membantu mencetak panflet dakwah dan membagikannya kepada khalayak. Mengharukan karena dia adalah seorang anak kecil. Membanggakan karena semangat dakwah begitu kental menyatu dalam jiwanya yang polos.
Berkhidmat dalam dakwah tidak mendikotomikan latar belakang demografi. Tua dan muda, pria dan wanita, kaya dan miskin, urban dan rural, dan sebagainya memiliki tempat sendiri sesuai dengan kapasitas masing-masing. Demikianlah, karena dakwah adalah sebuah ruang kerja yang padat karya. Demografis cukup memberikan variasi pada objek dakwah namun bukan mendikotomikan subjek dakwah.
Kompleksitas masalah kehidupan saat ini semakin menegasikan kebutuhan atas perbaikan dan ajakan berbuat baik bisa dilakukan oleh siapa saja. Tidak boleh satu pihak mengklaim pemilik sah medan dakwah, apalagi menafikan pihak yang lain. Itu hanya akan mempersempit dan mengecilkan gerakan islahul ummah. Pada level tertentu butuh sinergitas antar organ. Jika itu berat, maka minimal saling pengertian di antara mereka.
Mengenali kapasitas diri akan mempermudah kiprah dan partisipasi. Seorang dai yang tahu kemampuan dan keterbatasannya lebih baik dari mereka yang bekerja hanya bermodalkan semangat. Meskipun hal tersebut jangan ditabrakkan karena sedianya bisa dikompromikan. Memiliki semangat yang tinggi dan pengenalan yang baik atas kapasitas diri sekaligus. Mengetahui kelemahan adalah kekuatan tersendiri. Memilih untuk meminta kemudahan atau meminta kekuatan?
Dakwah Semakin Berat
Seorang dai bujang mengikuti program Tebar Dai Nusantara. Dia dibekali biaya transportasi dan biaya hidup 3 bulan pertama di tempat tugas. Waktu berjalan dan dakwah berkembang. Hasil sudah mulai kelihatan, pelan namun pasti, simpati ummat di daerah tugas mulai diraih. Mereka berbondong-bondong datang belajar, hingga waktu Sang Dai semakin padat dengan jadwal dakwah dan pembinaan ummat. Tunjangan biaya hidup tak selancar saat kali pertama bertugas. Hidup sendiri kadang menambah rasa sepi, keinginan untuk menikah pun semakin tinggi. Ada yang menyatakan dengan jujur kepada pemberi tugas, ada yang menyimpan sendiri dalam hati. Pada level tertentu, sudah merasa tak kuat memikul beban. Ada yang akhirnya menyerah merasa keberatan. Tapi tak sedikit yang memilih bertahan di medan juang dengan segala keterbatasan. Keutamaan hanyalah dari Allah.
Dakwah adalah medan perjuangan. Perjuangan memang selalu berat. Ada aksi yang butuh energi dan potensi. Tidak sekedar reaksi dan menanti simpati. Aktif berdakwah membutuhkan modal yang cukup, selain ilmu, ia juga butuh alokasi tenaga dan waktu. Di samping itu, perkembangannya membawa konsekuensi penguasaan fasilitas dakwah berupa perangkat keras dan perangkat lunak. Semua ini menegaskan bahwa dakwah ini selain padat karya juga padat modal.
Beruntungnya, subjek dakwah bukanlah subjek tunggal, ia majemuk. Ini menunjukkan heterogenitas yang tidak homogen. Ada beraneka latar belakang dan kemampuan. Variasi itu seharusnya tidak saling melemahkan melainkan saling menguatkan. Keuntungan ini hanya bisa diraih dengan pengenalan yang baik tentang kapasitas diri.
Dakwah Multitasking
Seorang ustadz bekerja sebagai dosen di STIBA. Beliau juga pengelola sebuah yayasan pendidikan. Disamping itu beliau adalah salah satu pimpinan di DPP Wahdah Islamiyah. Saat ini dapat amanah untuk menjadi Badan Perumus Muktamar IV Wahdah Islamiyah sekaligus Panitia Pengarah. Hampir setiap hari memiliki jadwal musyawarah. Setiap minggu mengisi belasan halaqah tarbiyah, disamping beberapa taklim rutin yang telah terjadwal. 7 orang anaknya beranjak dewasa, ada yang siap untuk menikah dan yang lain masih harus sekolah. Menjadi seorang suami sekaligus seorang ayah sekaligus seorang pegawai sekaligus seorang pengurus lembaga sekaligus seorang dai adalah profesi minimal yang dimiliki oleh seorang dai. Untuk beberapa orang, kombinasinya bisa lebih kompleks.
Dakwah membuktikan bahwa manusia bisa mengerjakan banyak hal secara bersamaan dengan potensi yang ada dan waktu yang dimiliki. Kita menyebutnya multitasking. Ini adalah pilihan eksistensi diri. Di luar sana banyak pilihan lain untuk menujukkan kemampuan multitasking. Tapi adakah yang lebih baik dari pilihan multitasking dalam dakwah? Sebagian orang diberikan keutamaan itu. Mereka yang jujur dengan azzam perjuangan, akan diberikan jalan dan kemudahan. Man jadda wajada.
Pundak yang Kuat
Hari ini dengan situasi terkini menunjukkan beratnya pilihan menjadi orang baik (shalih) dan penyeru kebaikan (muslih). Seorang dai sejatinya adalah orang shalih bagi dirinya sendiri dan muslih bagi orang lain. Seperti nasehat seorang ustadz, “Jangan pernah minta untuk dikurang beban dakwah atau amanah dalam kerja-kerja dakwah. Namun berdoalah meminta kepada Allah agar diberik pundak yang kuat untuk sanggup menjalankan setiap amanah (dakwah).”
Wahdah Islamiyah sebagai salah satu Organisasi Kemasyarakatan dengan gerakan utama adalah dakwah dan pembinaan ummat telah memilih untuk mengelola dakwah dengan cara ‘modern’. Ikhtiar pengorganisasian dan pengelolaan dakwah terus diupayakan dan ditingkatkan. Dalam prosesnya tentu saja ada lubang yang masih perlu ditutupi, ada celah yang butuh diisi, dan ada ruang kerja yang belum digarap dengan optimal. Semua disadari dan coba dipahami dengan baik. Seiring berjalannya waktu, progress positif menggembirakan dan bentuk pengelolaan semakin jelas dan terang. Ini adalah salah satu modal besar yang dimiliki. Terbentuknya sebuah sistem dakwah yang kokoh dan kuat dengan izin Allah.
Wahdah Islamiyah saat ini membutuhkan banyak pundak yang kuat untuk berjalan bersama dalam lembaga perjuangan ini. Selain Pundak yang kuat butuh jiwa yang besar untuk bersinergi dengan segala dinamika perjuangan. Pada situasi tertentu bisa jadi seorang kader tidak hanya akan diminta memilih menjadi konseptor atau eksekutor saja, bisa jadi pilihannya adalah menjadi konspetor sekaligus eksekutor. Tidak masalah, karena kader wahdah Islamiyah adalah para dai yang sudah terbiasa dengan itu. Mereka eksis dengan komitmen dan konsistensinya menjalani peran multitasking. Meskipun tahu bahwa pimpinannya bisa saja sangat memaklumi argumentasi dan alasan dia ketika meminta pengurangan beban dakwah dan Amanah, namun mereka memilih untuk berdoa meminta pundak yang kuat agar mampu memikul semua amanah itu, dengan taufik Allah.