BOMBANA – Kegiatan Musyawarah Kerja Daerah (Mukerda) XIII Wahdah Islamiyah (WI) Bombana yang digelar Sabtu (15/2/2025) di Masjid PTQ Wihdatul Ummah, Kecamatan Poleang, diselingi dengan Tarbiyah Gabungan (Targab) oleh Ustadz Syaiful Yusuf, Lc., M.A., anggota Komisi Fatwa MUI Sulawesi Tenggara sekaligus Dewan Syariah Wahdah Islamiyah.
Dalam materinya, Ustadz Syaiful menegaskan bahwa dakwah dibangun di atas komunitas yang harus diikat dengan persaudaraan yang kuat. Menurutnya, Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam sangat menjaga persatuan umat. Beliau mencontohkan ketika dua sahabat berselisih dan masing-masing memanggil kaumnya dengan sebutan “Muhajirin” dan “Anshar”, Rasulullah menilai itu sebagai panggilan jahiliyah.
Macam dan Bahan Bakar Ukhuwah
Ia menjelaskan, membicarakan soliditas berarti juga membicarakan ukhuwah. Ada ukhuwah berbasis suku, pekerjaan, atau faktor duniawi lainnya, namun ukhuwah Islamiyah dibangun atas kepedulian terhadap akhirat. “Bahan bakarnya ukhuwah adalah mahabbah, saling mencintai karena Allah dan membenci karena Allah,” ujarnya.
Ustadz Syaiful mengutip hadits-hadits tentang keutamaan mencintai karena Allah. Salah satunya, riwayat Imam Tirmidzi tentang orang-orang yang saling mencintai di bawah keagungan Allah akan mendapat mimbar cahaya di akhirat, hingga para nabi dan syuhada pun tertarik kepada mereka. Ia juga mengisahkan hadits riwayat Muslim tentang seseorang yang mengunjungi saudaranya semata karena Allah, lalu malaikat menyampaikan bahwa Allah mencintainya sebagaimana ia mencintai saudaranya.
Bentuk Mencintai dan Menjaga Salam
Ustadz Syaiful memaparkan bahwa bentuk saling mencintai antara lain memberi salam. “Tidak masuk surga sampai beriman, dan syarat beriman adalah mencintai karena Allah. Makanya, sebarkanlah salam,” katanya. Menurutnya, enggan memberi salam adalah tanda hubungan yang renggang. Obatnya adalah melakukan hal yang berlawanan: jika panas, dinginkan; jika dingin, hangatkan; jika mulai berat mendoakan saudara, maka doakan.
Persaingan di Dunia Dakwah
Ia mengingatkan bahwa persaingan di kalangan umum biasanya pada harta, sementara di kalangan dai adalah pada kharisma atau pengaruh. “Jika perasaan itu tidak dihilangkan, pasti akan berpecah,” ujarnya. Untuk menjaga soliditas, ia menyarankan beberapa langkah:
- Memiliki kompetensi (itqon) dan membagi tugas sesuai kemampuan, bahkan menyekolahkan orang jika perlu.
- Kepemimpinan yang tepat dengan loyalitas terhadap pemimpin.
- Memperbanyak musyawarah karena semakin banyak musyawarah, semakin baik.
Jawaban atas Pertanyaan Jamaah
Dalam sesi tanya jawab, Ustadz Syaiful menanggapi tiga pertanyaan. Pertama, soal waktu aktivis dakwah untuk pasangan hidup. Ia mencontohkan Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam yang meski sangat sibuk—sebagai nabi, panglima perang, kepala negara, hakim, ayah, dan suami—tetap memiliki kehidupan rumah tangga yang romantis. Menurutnya, yang penting bukan banyaknya waktu, tetapi kualitasnya. Contohnya, mencium istri ketika pulang ke rumah atau mengirimkan pesan cinta melalui WhatsApp.
Kedua, soal kesulitan memberi maaf. Ia menekankan bahwa perintah memberi maaf dalam Al-Qur’an lebih banyak daripada meminta maaf. Memberi maaf memang lebih berat, namun semakin besar ujian, semakin besar pula pahala. Jika sulit bertemu langsung, bisa menggunakan perantara.
Ketiga, tentang metode dakwah bagi yang tidak mau berceramah. Ia menyarankan memulai dengan mengajarkan Al-Qur’an karena pendekatan ini lebih mudah diterima dibanding langsung mengajak ke masjid.
Tarbiyah gabungan ini berakhir menjelang adzan Maghrib, dilanjutkan persiapan panitia untuk agenda berikutnya.
Laporan: Medikom Wahdah Bombana
Editor: MAIM