Berikut 44 faedah serta keutamaan 10 hari pertama di bulan Dzulhijjah. Semoga Allah ﷻ memberikan kita taufiq agar bisa memanfaatkan hari-hari mulia ini dengan amalan-amalan shaleh.
Faedah Pertama: Allah ﷻ memberikan keutamaan kepada para makhluk-Nya, mengangkat derajat sebagian makhluk-Nya dari pada yang lainnya. Begitu Pula Allah memberikan keutamaan pada sebagian hari dibandingkan dengan hari yang lain, dan juga sebagian bulan dari bulan yang lain. Allah menjadikan sepuluh hari pertama Bulan Dzulhijjah sebagai hari yang paling utama di dunia ini dan menjadikan hari sembelihan (tanggal 10 Dzulhijjah) sebagai hari yang paling utama di antara kesepuluh hari tersebut, dan menjadikan hari yang paling afdal di setiap pekannya adalah Hari Jumat, dan menjadikan malam yang paling utama adalah sepuluh malam terakhir di Bulan Ramadhan, dan menjadikan malam yang paling utama di antara sepuluh malam terakhir tersebut adalah malam lailatul qadar.
Faedah Kedua: Pada setiap masa Allah subhanahu wa ta’ala memiliki banyak karunia dan hadiah untuk hamba-hamba-Nya yang bertauhid, di antaranya adalah sepuluh hari awal Bulan Dzulhijjah yang merupakan musim-musim ketaatan di mana waktu tersebut senantiasa dinantikan dan menjadi hal yang dirindukan oleh kaum mukminin, untuk menjadi wasilah Allah mengangkat derajatnya, dan menutup kekurangan-kekurangan serta hal-hal yang luput dalam amalan setiap hamba, maka hendaknya seorang hamba berusaha untuk memanfaatkan keberadaannya, dan mencari rahmat Allah ﷻ.
Faedah Ketiga: Sepuluh hari awal Bulan Dzulhijjah merupakan hari yang paling utama di dunia secara mutlak, sebagaimana disebutkan dalam hadis yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas radhiyallahu anhuma bahwa Rasulullah ﷺ bersabda,
مَا مِنْ أَيَّامٍ الْعَمَلُ الصَّالِحُ فِيهِنَّ أَحَبُّ إِلَى اللَّهِ مِنْ هَذِهِ الْأَيَّامِ الْعَشْرِ. فَقَالُوا: يَا رَسُولَ اللَّهِ، وَلَا الْجِهَادُ فِي سَبِيلِ اللَّهِ؟ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: “وَلَا الْجِهَادُ فِي سَبِيلِ اللَّهِ، إِلَّا رَجُلٌ خَرَجَ بِنَفْسِهِ، وَمَالِهِ فَلَمْ يَرْجِعْ مِنْ ذَلِكَ بِشَيْءٍ”
Artinya: “Tidak ada suatu hari yang seorang hamba mengerjakan amalan saleh lebih utama dibandingkan 10 hari ini.” Sahabat bertanya, “Walaupun jihad wahai Rasulullah?” Nabi shallallahu alaihi wasallam bersabda, “Bahkan walaupun berjihad, kecuali orang yang keluar jihad dengan jiwa dan hartanya dan tidak kembali lagi dengan sesuatu apapun.”(H.R. Bukhari, no. 969 dan Tirmidzi, no. 757. Lafaz hadis ini sesuai redaksi Tirmidzi dalam Sunan-nya.)
Dalam sebuah riwayat yang lain disebutkan, “Tidak ada amalan saleh yang lebih afdal dikerjakan melebihi hari-hari ini…”, di sebagian riwayat, “…lebih diharapkan pahalanya,” dan riwayat yang lain, “…lebih suci….”
Faedah Keempat: Amalan-amalan wajib di sepuluh hari ini itu lebih afdhal dari pada ibadah wajib di hari yang lainnya, dan pahalanya dilipatgandakan, begitu pun dengan ibadah sunnah pada hari ini lebih utama dibandingkan dengan ibadah sunah yang dilakukan di hari yang lain, akan tetapi ibadah nafilah di hari ini tidak lebih afdhal dari ibadah wajib dilakukan di hari lain. ( Lihat: Fathu al-Bari karya Ibnu Rajab al-Hambali (9/15).)
Faedah Kelima: Shalat di hari ini lebih utama dibandingkan shalat yang dikerjakan di hari-hari yang biasa, begitu pun dengan puasa, bacaan al-Qur’an, zikir, doa, berbakti kepada orang tua, silaturahmi, membantu manusia, mengunjungi orang sakit, mengantarkan jenazah, berbuat baik kepada tetangga, dan memberikan makan, serta seluruh amalan-amalan yang bisa memberikan manfaat kepada manusia.
Faedah Keenam: Keutamaan 10 hari awal Bulan Dzulhijjah itu secara umum berlaku baik malam maupun siangnya, akan tetapi 10 malam terakhir Bulan Ramadhan itu lebih afdal atau utama daripada 10 malam awal Bulan Dzulhijjah. Dikarenakan adanya malam lailatul qadar, adapun dari sisi paginya maka 10 hari awal Bulan Dzulhijjah lebih afdhal dibandingkan 10 akhir bulan Ramadhan, dikarenakan adanya hari kurban, Hari Arafah, dan Hari Tarwiyah. (Lihat: Majmu Al-Fatawa (25/287), Badai’ al-Fawaid karya Ibnu al-Qayyim (3/162), Zaad al-Ma’ad (1/57) dan Tafsir Ibn al-Katsir (5/416) (8/390) dan Lathaif al-Maárif karya Ibnu Rajab (hal. 268))
Faedah Ketujuh: Pada 10 hari awal Bulan Dzulhijjah ini berkumpul ibadah-ibadah agung yang tidak ditemui di hari selainnya seperti haji, kurban, ditambah dengan shalat Idul Adha, puasa, dan sedekah. (Fathu al-Bari karya Ibnu Hajar (2/460))
Faedah Kedelapan: Diantara keutamaan 10 hari awal Bulan Dzulhijjah adalah Allah ﷻ bersumpah dengan malam-malamnya. Sebagaimana dalam firman Allah pada surah al-Fajr 1-2,
وَالْفَجْرِ . وَلَيَالٍ عَشْرٍ
Artinya: Demi fajar, dan malam yang sepuluh, (Q.S. al-Fajr: 1-2)
Yang dimaksudkan dalam ayat adalah 10 hari awal Bulan Dzulhijjah, sebagaimana yang diungkapkan oleh jumhur ahli tafsir salaf saleh dan selain mereka. (Lihat: Tafsir Ibn al-Katsir (8/390) dan Lathaif al-Maárif karya Ibnu Rajab (hal. 268))
Faedah Kesembilan: Di antara keutamaannya, ini adalah hari-hari yang telah ditentukan dan diberkahi yang Allah mensyariatkan hamba-Nya untuk berzikir mengingat kepada-Nya disebabkan dengan apa yang Allahﷻ telah rezekikan berupa hewan ternak. Sebagaimana dalam firman Allah pada Surah al-Hajj ayat 28,
لِّيَشْهَدُوْا مَنَافِعَ لَهُمْ وَيَذْكُرُوا اسْمَ اللّٰهِ فِيْٓ اَيَّامٍ مَّعْلُوْمٰتٍ عَلٰى مَا رَزَقَهُمْ مِّنْۢ بَهِيْمَةِ الْاَنْعَامِۚ فَكُلُوْا مِنْهَا وَاَطْعِمُوا الْبَاۤىِٕسَ الْفَقِيْرَ
Artinya: Agar mereka menyaksikan berbagai manfaat untuk mereka dan agar mereka menyebut nama Allah pada beberapa hari yang telah ditentukan atas rezeki yang diberikan Dia kepada mereka berupa hewan ternak. Maka makanlah sebagian darinya dan (sebagian lagi) berikanlah untuk dimakan orang-orang yang sengsara dan fakir.
Hari-hari yang telah diketahui itu ialah hari-hari awal Bulan Dzulhijjah sebagaimana diungkapkan oleh jumhur ulama dan ahli tafsir. (Lihat: Tafsir al-Baghawi (5/379), Ibnu Katsir (5/415) dan Lathaif al-Maárif (hal. 263))
Faedah Kesepuluh: Sepuluh hari ini merupakan penutup dari bulan-bulan yang telah diketahui dari bulan-bulan haji yang disebutkan dalam ayat Allah pada Surah al-Baqarah ayat 197,
اَلْحَجُّ اَشْهُرٌ مَّعْلُوْمٰتٌ ۚ فَمَنْ فَرَضَ فِيْهِنَّ الْحَجَّ فَلَا رَفَثَ وَلَا فُسُوْقَ وَلَا جِدَالَ فِى الْحَجِّ ۗ وَمَا تَفْعَلُوْا مِنْ خَيْرٍ يَّعْلَمْهُ اللّٰهُ ۗ وَتَزَوَّدُوْا فَاِنَّ خَيْرَ الزَّادِ التَّقْوٰىۖ وَاتَّقُوْنِ يٰٓاُولِى الْاَلْبَابِ
Artinya: Musim haji itu (pada) bulan-bulan yang telah dimaklumi. Barang siapa mengerjakan (ibadah) haji dalam (bulan-bulan) itu, maka janganlah dia berkata jorok (rafats), berbuat maksiat dan bertengkar dalam (melakukan ibadah) haji. Segala yang baik yang kamu kerjakan, Allah mengetahuinya. Bawalah bekal, karena sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa. Dan bertakwalah kepada-Ku wahai orang-orang yang mempunyai akal sehat!
Bulan-bulan yang dimaksud adalah Syawal, Zulkaidah, dan 10 hari awal Bulan Dzulhijjah sebagaimana diriwayatkan oleh banyak sahabat seperti Umar, dan anaknya Abdullah bin Umar, Ali, Abdullah bin Abbas, Abdullah bin Mas’ud, Ibnu al-Zubair dan lainnya radhiyallahu anhum ajmaín. Pendapat ini juga merupakan pendapat kebanyakan tabiin. (Lihat: Lathaif al-Maárif (hal. 269) dengan sedikit perubahan).