Imam al-Baihaqi meriwayatkan dari jalur Sayyidah Aisyah Ummul Mu’minin radhiyallahu anha, bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam pernah bertanya:
أتدرين على ما حسدونا–يعني اليهود–؟ قالت الله ورسوله أعلم، قال : فإنهم حسدونا على القبلة التي هُدينا لها، وضلّوا عنها، وعلى الجمعة التي هٌدينا لها وضلوا عنها، وعلى قولنا خلف الإمام آمين
“Apakah kamu tahu (Aisyah) apa yang mendorong orang-orang Yahudi itu hasad (dengki) kepada kita? Aisyah menjawab, “hanya Allah dan Rasul-Nya yang lebih tahu.” Rasulullah melanjutkan: ” mereka hasad kepada kita karena arah kiblat yang Allah tunjukkan kepada kita. Kedengkian mereka juga sebab Allah memberi kita anugerah hari jum’at. Mereka juga dengki karena bacaan “aamiin” yang kita baca di belakang imam (shalat).“
Rasulullah semasa hidupnya sering berdialog dengan orang-orang Yahudi dalam banyak hal. Di dalam urusan bermasyarakat, Rasulullah melibatkan orang-orang Yahudi sebagai entitas penting kota Madinah. Meskipun Rasulullah tahu, bahwa orang-orang Yahudi punya kontribusi besar yang menyebabkan perang menahun suku Aus dan suku Khazraj.
Apa balasan Yahudi terhadap sikap simpatik Rasulullah itu?
- Mereka mengejek Rasulullah dan para sahabat ketika tahu bahwa Rasulullah shalat menghadap Bait ul-Maqdis (Yerussalem). Atas peristiwa ini, Rasulullah memohon agar Allah membalikkan arah kiblat ke arah al-Masjid ul-Haram di Makkah. Lalu turun surat al-Baqarah ayat 143-144, yang isinya mengabulkan permintaan Rasulullah tersebut.
- Orang-orang Yahudi Madinah selalu berusaha menghalangi para sahabat dan kaum muslimin untuk berangkat ke masjid. Tujuannya satu, agar umat Islam meninggalkan ajaran Nabi Muhammad. Ini bisa kita baca di dalam Surat alu Imran ayat 97 sd 100.
- Orang-orang Yahudi selalu berusaha membuka aib Rasulullah dan keluarganya. Mereka pula yang menjadi editor narasi berita bohong perselingkuhan Sayyidah Aisyah dengan Shofwan. Lalu, Allah membantah hoax yang viral itu dengan wahyu surat al-Nūr (haditsul Ifki).
- Orang-orang Yahudi itu terbukti mengkhianati isi Piagam Madinah, untuk menjaga dan melindungi Kota Madinah dari serangan musuh. Pada perang Ahzab, banyak bukti menunjukkan suku-suku Yahudi Madinah, Quraidzah, Qainuqa dan Nadlr membuka jalan bagi pasukan Quraisy dan koalisi suku Arab untuk menyusup kota Madinah. Hampir-hampir kota Madinah jatuh ke tangan koalisi suku-suku Arab dalam perang yang berlangsung selama 7 hari. Saking hebatnya perang itu, hampir-hampir Rasulullah ketinggalan shalat ashar karena sibuk meladeni serangan yang tidak ada hentinya. Beliau mengatakan:
شغلونَا عن صلاة العصرِ ملأ الله قبورهم نارًا
“Mereka membuat kita sibuk dari melakukan shalat ashr. Semoga Allah penuhi kubur mereka dengan api dari neraka… ” (Ibnu Katsir, al-Bidayah wa al-Nihayah)
Atas balasan yang tidak simpatik itu, sebagai pemimpin dan pelindung masyarakat Madinah, Rasulullah memutuskan mengusir orang-orang Yahudi dari Madinah. Inisiatif ini diambil dalam rangka menjaga kedamaian dan stabilitas keamanan kota Madinah. (Baca kembali tafsir Surat al-Hasyr ayat 1-9)
===
1400 tahun berlalu, banyak anak muda yang mengaku Islam tidak memahami sejarah Rasul mereka. Informasi tentang Islam dari Barat, menurut mereka lebih rasional dan humanis, ketimbang harus membaca dan mempelajari warisan pemikiran Islam yang ditinggalkan generasi pendahulu.
Anak-anak muda ini, katanya punya cara pandang visioner tentang masa depan dunia. Mereka menganggap yang lalu biarlah berlalu. Kita menatap masa depan yang cerah untuk kemanusiaan.
Dengan cara pandang itu, mereka pergi menjumpai keturunan orang-orang Yahudi yang dulu pernah mengkhianati Rasulullah. Katanya, “cara kami bukanlah berteriak di jalanan, cara kami adalah berdialog menyampaikan keberatan secara langsung”.
Mereka lupa bahwa yang dihadapi itu adalah orang-orang yang dikenal sebagai pengkhianat terbesar di dunia. Jangankan Rasulullah Muhammad, nabi-nabi dari kalangan mereka sendiri saja dibunuh karena tidak mau mengikuti selera mereka.
Anak-anak muda itu mengabaikan sejarah pengkhianatan yang dialami oleh Musa, Harun, Danial, Yesaya, bahkan Isa bin Maryam yang jelas satu keturunan dan satu bangsa dengan orang-orang Yahudi itu. Anak-anak muda itu lupa bahwa untuk bisa berdialog harus ada posisi tawar yang kuat, bukan datang dengan kantong yang berisi ide-ide. Mereka tidak paham bahwa dialog diplomatik itu berbeda dengan interview untuk melamar kerja. Datang dengan ide-ide, itu hampir tidak ada bedanya dengan pelamar kerja yang siap mengisi pos sebagai manager atau vice manager.
Intinya, kalau orang sehebat Rasulullah Muhammad shallallahu alaihi wa sallam saja dikhianati, apalagi hanya umatnya yang datang ke masjid sepekan sekali, itu pun kalau ingat…
Penulis : Ustaz Abdi Kurnia Djohan
(Dengan sedikit penyesuaian judul)