ARTIKEL – Ketika kehidupan di dunia yang melelahkan ini memiliki hari libur tiap pekannya, untuk sejenak istirahat bersama keluarga, maka sadarilah bahwa perjalanan menuju Akhirat tidak akan pernah libur. Kita akan terus berjalan menuju akhir kehidupan, laksana jam pasir yang terus berjatuhan, laksana air sungai yang terus mengalir menuju samudera. Pada akhirnya akan sampai di titik akhir tujuan tanpa seorang pun tahu kapan pastinya.
Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu pernah berkata,
قَدْ ارْتَحَلَتِ الدُّنْيَا مُدْبِرَةً، وَارْتَحَلَتِ الآخِرَةُ مُقْبِلَةً، وَلِكُلِّ وَاحِدَةٍ مِنْهُمَا بَنُونَ، فَكُونُوا مِنْ أَبْنَاءِ الآخِرَةِ، وَلاَ تَكُونُوا مِنْ أَبْنَاءِ الدُّنْيَا، فَإِنَّ اليَوْمَ عَمَلٌ وَلاَ حِسَابَ، وَغَدًا حِسَابٌ وَلاَ عَمَل
“Sesungguhnya dunia semakin menjauh, sementara akhirat semakin mendekat. Masing-masing memiliki pengikut. Maka jadilah kalian pengikut-pengikut akhirat dan janganlah menjadi pengikut-pengikut dunia. Hari ini adalah waktu beramal bukan hisab, dan kelak adalah hari hisab dan tidak ada kesempatan untuk beramal.”
Nikmat dunia hanyalah nikmat sementara, sedangkan nikmat akhirat adalah nikmat yang abadi yang Allah ta’ala siapkan kepada hamba-hambanya yang bertaqwa, sebagaimana sabda Rasulullah ﷺ, bahwasanya Allah ﷻ berfirman:
أَعْدَدْتُ لِعِبَادِي الصَّالِحِينَ، مَا لاَ عَيْنٌ رَأَتْ، وَلاَ أُذُنٌ سَمِعَتْ، وَلاَ خَطَرَ عَلَى قَلْبِ بَشَرٍ
“Aku telah menyiapkan bagi hamba-hamba-Ku yang saleh sesuatu yang belum pernah dilihat mata, belum pernah didengar telinga dan tidak pernah terlintas di benak manusia.” (HR. Bukhari No. 4779)
Hendaklah setiap hamba berusaha berbekal dengan ketaqwaan, untuk kehidupan selanjutnya dan tidak terpedaya oleh kehidupan dunia yang pada hakikatnya kenikmatannya hanyalah kenikmatan yang fana. Sebagaimana firman Allah ﷻ,
اعْلَمُوا أَنَّمَا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا لَعِبٌ وَلَهْوٌ وَزِينَةٌ وَتَفَاخُرٌ بَيْنَكُمْ وَتَكَاثُرٌ فِي الْأَمْوَالِ وَالْأَوْلَادِ كَمَثَلِ غَيْثٍ أَعْجَبَ الْكُفَّارَ نَبَاتُهُ ثُمَّ يَهِيجُ فَتَرَاهُ مُصْفَرًّا ثُمَّ يَكُونُ حُطَامًا وَفِي الْآخِرَةِ عَذَابٌ شَدِيدٌ وَمَغْفِرَةٌ مِّنَ اللَّهِ وَرِضْوَانٌ وَمَا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا إِلَّا مَتَاعُ الْغُرُورِ
“Ketahuilah, bahwa sesungguhnya kehidupan dunia ini hanyalah permainan dan suatu yang melalaikan, perhiasan dan bermegah-megah antara kamu serta berbangga-bangga tentang banyaknya harta dan anak, seperti hujan yang tanam-tanamannya mengagumkan para petani; kemudian tanaman itu menjadi kering dan kamu lihat warnanya kuning kemudian menjadi hancur. Dan di akhirat (nanti) ada azab yang keras dan ampunan dari Allah serta keridhaan-Nya. Dan kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu.” (QS. Al-Hadid: 20)
Allah ﷻ menggambarkan tentang kehidupan dunia ini hanyalah permainan dan senda gurau, yang datang dan berlalu bagaikan air yang turun dari langit kemudian menumbuhkan tanaman kemudian menjadi kuning lalu hancur, seolah-olah tidak pernah tumbuh tanaman itu, begitulah kehidupan manusia, generasi akan berganti seolah-olah generasi sebelumnya tidak pernah menempatkan bumi ini.
Kebanyakan manusia hanya mengutamakan kenikmatan Dunia, karena disebabkan mereka hanya percaya terhadap apa-apa yang dilihat, padahal kehidupan Akhirat lebih abadi dan kekal. Sebagaimana firman Allah ﷻ,
بَلْ تُؤْثِرُونَ الْحَيَاةَ الدُّنْيَا، وَالْآخِرَةُ خَيْرٌ وَأَبْقَى
“Tetapi kamu (orang-orang kafir) memilih kehidupan duniawi. Padahal kehidupan akhirat adalah lebih baik dan lebih kekal.” (QS. Al-A’la: 16-17)
Kenikmatan dunia tidak dapat setiap saat kita nikmati, sebagai contoh buah-buahan tatkala seorang hamba menginginkan buah durian di musim mangga maka akan sulit didapatkan kalaupun ada maka akan didapatkan dengan harga yang sangat tinggi. Contoh selanjutnya seorang pasangan suami istri yang tidak bisa setiap saat bersama, dengan berbagai sebab boleh jadi di antaranya LDR (Long Distance Relationship) atau suatu hubungan yang harus terpisah dengan jarak, boleh jadi juga Istri dalam keadaan sakit, haid ataupun nifas.
Adapun kehidupan Akhirat semua yang diinginkan oleh hamba akan didapatkan pada saat itu juga, dan bidadari-bidadari Allah ta’ala telah siapkan untuk hamba-hambaNya yang bertaqwa. Sebagaimana firman Allah ﷻ,
وَلَكُمْ فِيهَا مَا تَشْتَهِي أَنفُسُكُمْ وَلَكُمْ فِيهَا مَا تَشْتَهِي
“Di dalamnya kalian (penghuni surga) memperoleh apa yang kalian inginkan dan memperoleh (pula) di dalamnya apa yang kalian minta.” (QS. Fusshilat: 31)
Kenikmatan dunia harus diraih dengan usaha yang begitu melelahkan, tatkala seorang hamba ingin makan maka harus keluar membeli makanan, atau membeli bahan makanan yang kemudian harus dimasak dan menunggu terlebih dahulu, tatkala seorang hamba ingin menikah maka terlebih dahulu harus bekerja mengumpulkan uang persiapan biaya pernikahan, menyiapkan tempat tinggal kemudian barulah bisa berusaha untuk mendapatkan seorang istri. Adapun kenikmatan surga di akhirat Allah ﷻ menyiapkan segalanya dengan mudah. Makanan, minuman dan bidadari-bidadari tersedia dengan dekat tanpa perlu lagi usaha yang begitu melelahkan untuk mendapatkannya sebagaimana firman Allah ﷻ
يَطُوفُ عَلَيْهِمْ وِلْدَانٌ مُّخَلَّدُونَ، بِأَكْوَابٍ وَأَبَارِيقَ وَكَأْسٍ مِّن مَّعِين
“Mereka dikelilingi oleh anak-anak muda yang tetap muda, dengan membawa gelas, cerek dan minuman yang diambil dari air yang mengalir.” (QS. Al-Waqi’ah: 17-18)
Kenikmatan dunia bagaimanapun indahnya dan menariknya memiliki titik kejenuhan di dalamnya, contohnya tatkala musim rambutan datang seseorang akan begitu senang dan memuaskan dahaganya namun setelah hari berlalu jadilah rambutan itu sesuatu yang biasa yang tidak lagi menarik seperti pertama kalinya. Sepasang suami istri di awal pernikahan yang sangat romantis dan memandang bahwasanya pasangannya adalah pangeran dan putri yang tiada tandingannya namun tahun berlalu mulailah seorang suami ataupun istri tak lagi melihat keindahan di awal pernikahan apatah lagi jika seorang suami ataupun istri tidak bersyukur dengan nikmat pernikahan dan tidak menjaga pandangan, maka jadilah rumput tetangga selalu lebih hijau, kemudian hilanglah sifat menghormati suami bagi seorang istri dan sifat menghargai istri bagi seorang suami. Adapun kenikmatan akhirat tidak memiliki titik kejenuhan dan juga beraneka ragam sebagaimana berkataan Ibnu Abbas Radhiyallahu ‘anhu
إِنَّ الرَّجُلَ مِنْ أَهْلِ الْجَنَّةِ لَيُعَانِقُ الْحَوْرَاءَ سَبْعِينَ سَنَةً، لَا يَمَلُّهَا وَلَا تَمَلُّهُ
“Sesungguhnya seorang laki-laki penghuni surga akan memeluk seorang wanita bidadari selama tujuh puluh tahun, sama sekali dia tidak bosan terhadapnya, dan bidadari tersebut pun tidak merasa bosan sama sekali. (Tafsir al-Qurthubi (15/45)
Oleh karenanya sungguh merugilah orang yang menukar kehidupan dunia yang kecil ini dengan kenikmatan akhirat yang sempurna lagi abadi, seorang muslim yang memahami hakikat kehidupan ini maka akan bersungguh-sungguh untuk senantiasa mempersiapkan bekal ketaqwaan, bahkan Allah ﷻ memerintahkan untuk berlomba-lomba dalam meraih kemenangan yang sempurna ini sebagaimana firman Allah ﷻ,
وَفِي ذَلِكَ فَلْيَتَنَافَسِ الْمُتَنَافِسُونَ
“Dan untuk yang demikian itu hendaknya orang-orang berlomba-lomba.” (QS. Al-Muthaffifin: 26)
Seorang mukmin yang memahami hakikat kehidupan ini sudah seharusnya memiliki cita-cita yang tinggi yang berorientasi kepada akhirat yaitu bukan sekedar hanya masuk surga tetapi masuk surga yang tertinggi yaitu surga firdaus, sebagaimana sabda Rasulullah ﷺ,
فَإِذَا سَأَلْتُمُ اللَّهَ، فَاسْأَلُوهُ الفِرْدَوْسَ، فَإِنَّهُ أَوْسَطُ الجَنَّةِ وَأَعْلَى الجَنَّةِ
“Apabila kalian minta kepada Allah maka mintalah surga firdaus karena dia adalah tengahnya surga dan yang paling tinggi.”(HR. Bukhari No. 2790)
Mudah-mudahan Allah ﷻ memberikan kepada kita taufiq serta keistiqomahan untuk melakukan amalan shaleh yang terbaik sampai ajal itu datang kepada setiap kita.
Oleh: Muhammad Hassanal, S.H. (Ketua Dep. Dakwah dan Pembinaan Masjid Wahdah Islamiyah Sultra)
Masyaa Allah Tabarakallah