Salah satu amalan terbaik yang pernah dijelaskan oleh Nabi Muhammad ﷺ yaitu berbakti kepada orang tua. Dalam sebuah hadis disebutkan, tatkala ada seorang sahabat bertanya kepada Nabi Muhammad ﷺ tentang amalan yang paling dicintai oleh Allah ﷻ, maka Nabi Muhammad ﷺ menjawab,
الصَّلَاةُ عَلَى وَقْتِهَا، ثُمَّ بِرُّ الْوَالِدَيْنِ، ثُمَّ الْجِهَادُ فِي سَبِيلِ اللهِ
“Salat pada waktunya, kemudian berbakti kepada kedua orang tua, kemudian jihad di jalan Allah. (HR. Muslim No. 85)
Dalam sebuah hadis yang lain disebutkan,
جَاءَ رَجُلٌ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، يَسْتَأْذِنُهُ فِي الْجِهَادِ فَقَالَ: أَحَيٌّ وَالِدَاكَ؟ قَالَ: نَعَمْ، قَالَ: فَفِيهِمَا فَجَاهِدْ
“Ada seseorang datang kepada Nabi ﷺ minta izin hendak ikut berjihad. Lalu Nabi ﷺ bertanya kepadanya, ‘Apakah kedua orang tuamu masih hidup?’ Jawab orang itu,‘Masih’. Maka Nabi ﷺ berkata, ‘Pada keduanya, berjihadlah (dengan berbakti)’.” (
HR. Muslim No. 2549.)
Dari hadis ini kita dapat mengambil faidah bahwasanya berbakti kepada orangtua memiliki kedudukan yang agung dimana Nabi Muhammad ﷺ menyamakan perintah berjihad dengan berbakti dengan kedua orangtua, yang juga ini menunjukkan bahwa berbakti kepada kedua orang tua juga membutuhkan perjuangan.
terdapat banyak perintah Allah ﷻ di dalam Al-Qur’an yang menjelaskan tentang keutamaan berbakti kepada kedua orangtua. Diantaranya firman Allah ﷻ,
وَوَصَّيْنَا الْإِنسَانَ بِوَالِدَيْهِ إِحْسَانًا حَمَلَتْهُ أُمُّهُ كُرْهًا وَوَضَعَتْهُ كُرْهًا
“Kami perintahkan kepada manusia supaya berbuat baik kepada dua orang ibu bapaknya, ibunya mengandungnya dengan susah payah, dan melahirkannya dengan susah payah (pula).” (QS. Al-Ahqaf: 15)
Diayat yang lain Allah ﷻ menggandengkan perintah untuk mentauhidkan Allah ﷻ bersamaan dengan berbuat baik kepada kedua orang tua sebagaimana firman Allah ﷻ,
وَقَضَى رَبُّكَ أَلَّا تَعْبُدُوا إِلَّا إِيَّاهُ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا
“Dan Tuhanmu telah memerintahkan agar kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamuberbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya.”
(QS. Al-Isra’: 23)
kata إِحْسَانًا didalam bahasa Arab i’rabnya adalah maf’ul mutlak yang menunjukkan penekanan, sehingga seolah-olah Allah ﷻ menyampaikan, “Bersungguh-sungguhlah kalian untuk berbakti kepada kedua orang tua kalian”.
Kemudian tatkala orangtua kita telah sampai pada usia tuanya yang dimana sudah kembali dalam keadaan lemah, seorang hamba dituntut untuk tetap berbuat baik kepadanya dan berkata kepadanya dengan perkataan yang mulia sebagaimana firman Allah ﷻ,
إِمَّا يَبْلُغَنَّ عِندَكَ الْكِبَرَ أَحَدُهُمَا أَوْ كِلَاهُمَا فَلَا تَقُل لَّهُمَا أُفٍّ وَلَا تَنْهَرْهُمَا وَقُل لَّهُمَا قَوْلًا كَرِيمًا
“Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya
perkataan “ah” dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia.”
(QS. Al-Isra’: 23)
Ulama menjelaskan (أُفٍّ ) bentuk kata yang palling ringan dalam bahasa Arab yang menunjukkan kejengkelan, misalnya tatkala kita memerintahkan adik kita untuk melakukan sesuatu, kemudian dia tetap melaksanakannya akan tetapi dalam pelaksanaanya muncul kata spontanitas “Ah kita sedang asik bermain kakak malah suruh-suruh”. jika perkataan (أُفٍّ ) saja tidak diperbolehkan maka terlebih lagi membentaknya.
Allah ﷻ berfirman diayat selanjutnya,
وَاخْفِضْ لَهُمَا جَنَاحَ الذُّلِّ مِنَ الرَّحْمَةِ وَقُل رَّبِّ ارْحَمْهُمَا كَمَا رَبَّيَانِي صَغِيرًا
“Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah: ‘Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil’.” (QS. Al-Isra’: 24)
Kalaulah kita melihat seorang Polisi/Tentara tatkala berbicara kepada Jendralnya mereka berbicara dengan sopan menghormatinya, dan juga seorang Murid/Mahasiswa berkata kepada Guru dan Dosennya dengan perkataan yang sopan bahkan memilih kata-katanya agar tidak membuatnya tersinggung, maka kedua orangtua kita lebih berhak untuk mendapatkan perkataan sopan dan mulia dari kita.
Besarnya keutamaan berbakti kepada kedua orangtua tentu saja hal ini sejalan dengan besarnya ancaman tatkala seorang hamba durhaka kepada kedua orangtuanya sebagaimana sabda Nabi Muhammad ﷺ,
أَلاَ أُخْبِرُكُمْ بِأَكْبَرِ الكَبَائِر؟ قَالُوا: بَلَى يَا رَسُولَ اللَّهِ، قَالَ: الإِشْرَاكُ بِاللَّهِ، وَعُقُوقُ الوَالِدَيْنِ
“Maukah aku kabarkan kepada kalian dosa yang paling besar?” Para sahabat menjawab, ‘Tentu Ya Rasulullah’. Nabi bersabda, ‘Berbuat syirik kepada Allah dan durhaka kepada kedua orang tua’. (H.R. Bukhari No. 6273.)
Allah ﷻ menyebutkan didalam Al-Qur’an bahwasanya diantara akhlak para nabi ‘alaihimussalam ialah berbakti kepada orangtua
Diantaranya adalah Nabi Yahya ‘alaihisalam Allah ﷻ berfirman,
يَايَحْيَى خُذِ الْكِتَابَ بِقُوَّةٍ وَآتَيْنَاهُ الْحُكْمَ صَبِيًّا، وَحَنَانًا مِّن لَّدُنَّا وَزَكَاةً، وَكَانَ تَقِيًّا وَبَرًّا بِوَالِدَيْهِ وَلَمْ يَكُن جَبَّارًا عَصِيًّا
“Wahai Yahya, ambillah Al-Kitab (Taurat) itu dengan sungguh-sungguh. Dan kami berikan kepadanya hikmah selagi ia masih kanak-kanak, dan rasa belas kasihan yang mendalam dari sisi Kami dan kesucian (dan dosa). Dan ia adalah seorang yang bertakwa, dan seorang yang berbakti kepada kedua orang tuanya, dan bukanlah ia orang yang sombong lagi durhaka.”
(QS. Maryam: 12-14)
Dalam ayat ini Allah ﷻ menyebutkan diantara ketaqwaan Nabi Yahya ‘alaihisalam ialah berbakti kepada kedua orangtuanya
Selanjutnya adalah Nabi Isa ‘alaihisalam Allah ﷻ berfirman,
قَالَ إِنِّي عَبْدُ اللَّهِ آتَانِيَ الْكِتَابَ وَجَعَلَنِي نَبِيًّا، وَجَعَلَنِي مُبَارَكًا أَيْنَ مَا كُنتُ وَأَوْصَانِي بِالصَّلَاةِ وَالزَّكَاةِ مَا دُمْتُ حَيًّا، وَبَرًّا بِوَالِدَتِي وَلَمْ يَجْعَلْنِي جَبَّارًا شَقِيًّا
“Berkata Isa, ‘Sesungguhnya aku ini hamba Allah, Dia memberiku Al Kitab (Injil) dan Dia menjadikan aku seorang nabi, dan Dia menjadikan aku seorang yang diberkati di mana saja aku berada, dan Dia memerintahkan kepadaku (mendirikan) salat dan (menunaikan) zakat selama aku hidup, dan berbakti kepada ibuku, dan Dia tidak menjadikan aku seorang yang sombong lagi celaka.” (QS. Maryam: 30-32)
Diantara perintah penting yang diperintahkan oleh Allah ﷻ kepada Nabi Isa ‘alaihisalam dalam ayat ini setelah salat dan zakat adalah berbakti kepada orangtua.
Para Salaf al-Ummah telah mencontohkan bagaimana mereka berbakti kepada kedua orangtuanya diantaranya kisah Uwais al-Qarni Rahimahullahu, seorang at-Tabi’in yang terbaik sebagaimana sabda Nabi Muhammad ﷺ kepada Umar bin Khattab Radiyallahu ‘anhu,
إِنَّ خَيْرَ التَّابِعِينَ رَجُلٌ يُقَالُ لَهُ أُوَيْسٌ، وَلَهُ وَالِدَةٌ وَكَانَ بِهِ بَيَاضٌ فَمُرُوهُ فَلْيَسْتَغْفِرْ لَكُمْ
“Sebaik-baik tabiin adalah seorang laki-laki yang dibiasa dipanggil Uwais, dia memiliki ibu, dan dulu dia memiliki penyakit belang ditubuhnya. Carilah ia, dan mintalah kepadanya agar memohonkan ampun untuk kalian.” (HR. Muslim No. 2542.)
Umar bin khattab Radiyallahu ‘anhu, merupakan sahabat mulia yang termasuk sahabat yang mendapatkan kabar gembira tentang tempatnya di Surga, namun dia diminta oleh Nabi ﷺ untuk bertemu dengan Uwais al-Qarni dan meminta agar memohonkan ampunan baginya, karena doanya adalah doa yang mustajab.
Ulama kita menyebutkan diantara sebab keutamaan Uwais al-Qarni adalah berbakti kepada ibunya.
Selanjutnya kisah bakti seorang salaf yang bernama Ibnul Munkadir rahimahullahu. Ibnul Munkadir rahimahullahu mengatakan,
بِتُّ أَغْمِزُ رِجْلَ أُمِّي، وَبَاتَ عُمَرُ يُصَلِّي لَيْلَتَهُ، فَمَا سَرَّنِي لَيْلَتِي بِلَيْلَتِهِ
“Saya bermalam sambil memijit kaki ibu saya sementara Umar (saudara kandung beliau) bermalam sambil salat malam (semalam suntuk). Namun, saya tidak mau pahala saya ditukar dengan pahala saudaraku.
(Hilyah al-Auliya (3/150))
Kita bisa melihat bagaimana pemahaman salaf tentang pentingnya bakti kepada kedua orangtua, sehingga memandang membuat bahagia orangtua lebih utama daripada shalat malam.
Oleh karenanya sungguh beruntunglah orang yang masih hidup bersama orangtuanya, karena pintu Surga dan kesuksesan dunia masih terbuka luas untuknya dan sungguh merugi orang yang mendapati kedua orangtuanya atau salah satunya masih hidup akan tetapi tidak berbakti kepadanya sebagimana sabda Nabi Muhammad ﷺ ,
رَغِمَ أَنْفُ، ثُمَّ رَغِمَ أَنْفُ، ثُمَّ رَغِمَ أَنْفُ مَنْ أَدْرَكَ أَبَوَيْهِ عِنْدَ الْكِبَرِ، أَحَدَهُمَا أَوْ كِلَيْهِمَا فَلَمْ يَدْخُلِ الْجَنَّةَ
“Sungguh celaka, celaka dan celaka yang mendapati kedua orang tuanya (dalam usia lanjut), atau salah satu dari keduanya, tetapi dia tidak masuk surga (dengan berusaha berbakti kepadanya).”(HR. Muslim No. 2551)
Semoga Allah ﷻ menjadikan kita anak-anak yang berbakti kepada kedua orang tua dan mendoakannya tatkala masih hidup dan terus mendoakannya serta mengirimkan pahala jariah tatkala sudah meninggal.
Oleh: Muhammad Hassanal, S.H. (Ketua Dep. Dakwah DPW Wahdah Islamiyah Sultra)